Monday, February 16, 2009

Dibuai Mimpi ke Pentas Dunia

BERITA mengejutkan keluar di media-media massa akhir Januari lalu. Bukan hanya media lokal. Pun mancanegara.

Berita mengejutkan itu adalah kabar Indonesia akan mengajukan diri menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018 atau 2022. Kebijakan FIFA untuk membuka lebih dini kran pendaftaran Piala Dunia demi persiapan yagn lebih matang memang telah menarik minat banyak negara, salah satunya Indonesia.

"Hal ini sepertinya hanyalah mimpi bagi kami. Tapi, kami harus berani bermimpi muluk. Jika tidak, kami takkan bisa merealisasikan apa-apa," bilang Sekjen PSSI, Nugraha Besoes.

Tak salah dengan pernyataan Kang Nunu itu. Seperti bait lagu Nidji untuk OST Laskar Pelangi, "Mimpi adalah kunci, untuk kita, menaklukkan dunia..." Toh, bukankah segala penemuan dan teknologi mutakhir yang berkembang di dunia ini pada awalnya adalah sebuah mimpi? Sebut saja Wright Bersaudara yang menemukan pesawat terbang.

Namun, seperti juga Wright Bersaudara, butuh kerja keras dan usaha yang tak kenal untuk bisa mengubah angan-angan di dalam otak kita, yang kemudian diterjemahkan ke dalam kerta dan berubah menjadi blueprint, dan terakhir dieksekusi menjadi sebuah tindakan.

Jangka waktu 10 tahun memang masih lama. Masih cukup untuk memperbaiki dan membangun prasarana-prasarana penunjang penyelenggaraan kompetisi sepak bola terakbar di dunia itu.

Namun, satu dekade pun akan berjalan sangat singkat. Itu jika PSSI tak melakukan apa-apa untuk memperbaiki kualitas sepak bola Indonesia. Okelah, secara stadion, Gelora Bung Karno pantas dibanggakan sebagai salah satu stadion terbesar di dunia. Tapi, bagaimana dengan kualitas sepak bola Indonesia sendiri?

Inilah yang harus bisa segera dibenahi oleh PSSI. Dengan status tuan rumah, Indonesia memang bisa mewujudkan mimpinya tampil di pentas dunia - yang sebelumnya digadang-gadang akan tercipta pada 2002. Hanya saja, indikator keberhasilan tuan rumah dalam penyelenggaraan turnamen tak hanya dilihat dari sisi fisik penyelenggaraan semata. Tapi juga penampilan tim nasionalnya.

Tengok saja tiga negara minor yang sempat menjadi tuan rumah Piala Dunia, Jepang-Korea Selatan pada 2002 dan Amerika Serikat pada 1994. Tiga tim itu setidaknya bisa memuaskan fans sepak bolanya dan tak mencoreng arang di kening karena gagal di babak pertama. Bahkan, Korsel bisa menciptakan sejarah dengan menjadi tim Asia pertama yang menembus semifinal Piala Dunia.

Soal prestasi timnas inilah yang harus dicermati oleh PSSI jika Indonesia ingin mewujudkan mimpi tampil di pentas dunia. Sebab, secara antusiasme penonton, bangsa ini berani diadu dengan Inggris, Jepang, Qatar, Rusia, dan Spanyol-Portugal.

Penentuan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 akan ditentukan pada Desember 2010 mendatang. Bangsa ini masih punya waktu bersolek diri untuk membuktikan bahwa Indonesia pantas diberi kepercayaan untuk menjadi tuan rumah sebuah pagelaran akbar.
Untuk itu, PSSI harus bisa segera menyembuhkan borok yang terjadi sepak bola Indonesia. Sementara fans sepak bola Indonesia harus sudah bisa bersikap dewasa dalam menyikapi hasil yang terjadi di lapangan.

Prinsipnya adalah Just Do It. Doa dan Ikhtiar. Sama seperti Wright Bersaudara, hanya dengan usaha sungguh-sungguhlah, mimpi bangsa ini untuk menyaksikan Tim Merah Putih bertanding di puncak tertinggi sepak bola dunia bisa terwujud. Ayo, buktikan Indonesia! (jalu)

No comments: