Monday, February 16, 2009

Borok Itu Masih Ada

KETIKA Calciopoli terungkap, pencinta sepak bola Italia langsung terbagi menjadi dua kubu. Kubu yang pesimistis beranggapan sepak bola Italia telah habis karena indeks kepercayaan publik dipastikan menurun. Sementara kubu yang optimistis yakin, calcio dapat bangkit untuk kembali menahbiskan diri menjadi liga terbaik dunia.

Hukuman terhadap beberapa klub yang terlibat Calciopoli, dianggap menjadi langkah awal untuk mengembalikan citra sepak bola Italia yang menukik. Instrumen hukum Italia pun sudah menunjukkan itikad baiknya dengan menjatuhkan sanksi tanpa pandang bulu. Buktinya, Juventus sebagai kolektror perisai juara tersering dan AC Milan yang dimiliki tokoh pemerintahan Italia mendapatkan sanksi yang sangat tegas.

Keberhasilan Inter Milan menjuarai Serie-A setelah dua rival utamanya dikenai hukuman seolah membuktikan bahwa tak ada lagi main mata di sepak bola Italia. Semua klub mendapatkan perlakuan yang sama dari wasit. Hingga akhirnya musim 2008-09 bergulir.

Inter seolah mendapatkan "durian runtuh" status "untouchable" yang sebelumnya melekat pada Juventus. Buktinya, beberapa pelatih dan petinggi klub medioker sempat menghujat kepemimpinan wasit kala timnya bertanding melawan Inter. Mereka beranggapan korps baju hitam masih belum bisa bersifat objektif. Masih cenderung berpihak pada klub besar, terutama Inter.

Terakhir, ketidakadilan itu dirasakan Milan, klub yang sebelumnya terkena sanksi Calciopoli. I Rossoneri merasa wasit Roberto Rosetti berbuat curang kala I Nerazzuri menang 2-1 atas rival sekotanya itu, Minggu (15/2). Ironis, mengingat Rosetti baru saja mendapatkan penghargaan sebagai wasit terbaik Italia.

Carlo Ancelotti sampai merutuk keras lantaran kesal terhadap kepemimpinan Rosetti. Pelatih Milan merasa timnya pantas mendapatkan dua penalti. Selain itu, gol pembuka yang dicetak Adriano juga dianggap pelanggaran lantaran bola terlebih dulu mengenai tangannya. Pippo Inzaghi pun sempat berteriak marah lantaran gol indahnya menyambut umpan Alexandre Pato tak disahkan lantaran hakim garis menganggapnya offside.

Tanpa bermaksud menutup mata dengan perbandingan kekuatan klub-klub Italia, rasa bersalah lantaran "berbuat salah" di masa lalu terhadap Inter bisa saja menjadi penyebab ketidakenakan yang dialami para lawan Inter dalam dua musim terakhir ini. Meski, tak bisa dipungkiri, secara kualitas dan mentalitas permainan dibandingkan rival-rivalnya, I Nerazzurri memang menjadi tim Italia yang paling pantas merebut perisai juara dalam 3 tahun terakhir ini.

Terlepas dari polemik yang selalu muncul setiap usai sebuah laga besar, kepemimpinan wasit di Italia pasca-Calciopoli memang tetap menghadirkan tanya. Meski secara nyata menunjukkan perbaikan, tetap saja kesan subjektivitas mengemuka. Sebuah tantangan yang harus bisa segera dientaskan oleh lembaga-lembaga terkait jika ingin Lega Calcio kembali dipandang sebagai liga bergengsi lagi. (jalu/Foto: Dok. Soccer)

Dibuai Mimpi ke Pentas Dunia

BERITA mengejutkan keluar di media-media massa akhir Januari lalu. Bukan hanya media lokal. Pun mancanegara.

Berita mengejutkan itu adalah kabar Indonesia akan mengajukan diri menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018 atau 2022. Kebijakan FIFA untuk membuka lebih dini kran pendaftaran Piala Dunia demi persiapan yagn lebih matang memang telah menarik minat banyak negara, salah satunya Indonesia.

"Hal ini sepertinya hanyalah mimpi bagi kami. Tapi, kami harus berani bermimpi muluk. Jika tidak, kami takkan bisa merealisasikan apa-apa," bilang Sekjen PSSI, Nugraha Besoes.

Tak salah dengan pernyataan Kang Nunu itu. Seperti bait lagu Nidji untuk OST Laskar Pelangi, "Mimpi adalah kunci, untuk kita, menaklukkan dunia..." Toh, bukankah segala penemuan dan teknologi mutakhir yang berkembang di dunia ini pada awalnya adalah sebuah mimpi? Sebut saja Wright Bersaudara yang menemukan pesawat terbang.

Namun, seperti juga Wright Bersaudara, butuh kerja keras dan usaha yang tak kenal untuk bisa mengubah angan-angan di dalam otak kita, yang kemudian diterjemahkan ke dalam kerta dan berubah menjadi blueprint, dan terakhir dieksekusi menjadi sebuah tindakan.

Jangka waktu 10 tahun memang masih lama. Masih cukup untuk memperbaiki dan membangun prasarana-prasarana penunjang penyelenggaraan kompetisi sepak bola terakbar di dunia itu.

Namun, satu dekade pun akan berjalan sangat singkat. Itu jika PSSI tak melakukan apa-apa untuk memperbaiki kualitas sepak bola Indonesia. Okelah, secara stadion, Gelora Bung Karno pantas dibanggakan sebagai salah satu stadion terbesar di dunia. Tapi, bagaimana dengan kualitas sepak bola Indonesia sendiri?

Inilah yang harus bisa segera dibenahi oleh PSSI. Dengan status tuan rumah, Indonesia memang bisa mewujudkan mimpinya tampil di pentas dunia - yang sebelumnya digadang-gadang akan tercipta pada 2002. Hanya saja, indikator keberhasilan tuan rumah dalam penyelenggaraan turnamen tak hanya dilihat dari sisi fisik penyelenggaraan semata. Tapi juga penampilan tim nasionalnya.

Tengok saja tiga negara minor yang sempat menjadi tuan rumah Piala Dunia, Jepang-Korea Selatan pada 2002 dan Amerika Serikat pada 1994. Tiga tim itu setidaknya bisa memuaskan fans sepak bolanya dan tak mencoreng arang di kening karena gagal di babak pertama. Bahkan, Korsel bisa menciptakan sejarah dengan menjadi tim Asia pertama yang menembus semifinal Piala Dunia.

Soal prestasi timnas inilah yang harus dicermati oleh PSSI jika Indonesia ingin mewujudkan mimpi tampil di pentas dunia. Sebab, secara antusiasme penonton, bangsa ini berani diadu dengan Inggris, Jepang, Qatar, Rusia, dan Spanyol-Portugal.

Penentuan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 akan ditentukan pada Desember 2010 mendatang. Bangsa ini masih punya waktu bersolek diri untuk membuktikan bahwa Indonesia pantas diberi kepercayaan untuk menjadi tuan rumah sebuah pagelaran akbar.
Untuk itu, PSSI harus bisa segera menyembuhkan borok yang terjadi sepak bola Indonesia. Sementara fans sepak bola Indonesia harus sudah bisa bersikap dewasa dalam menyikapi hasil yang terjadi di lapangan.

Prinsipnya adalah Just Do It. Doa dan Ikhtiar. Sama seperti Wright Bersaudara, hanya dengan usaha sungguh-sungguhlah, mimpi bangsa ini untuk menyaksikan Tim Merah Putih bertanding di puncak tertinggi sepak bola dunia bisa terwujud. Ayo, buktikan Indonesia! (jalu)